Ava's Story


Rak sepatu hitam itu tampak biasa. Yang tak biasa tentu saja apa yang ada di atasnya. Susunan sepatu yang sangat banyak. Bahkan ditumpuk melebihi kapasitas rak sepatu aslinya. Memang seperti ini kos cewek. Semua tampak berantakan di luar, tapi di dalam rapid dan wangi. Ya mungkin.

Aku sedang menunggu Nina –sahabatku. Di kos nya ini, dia tinggal dan hidup. Sebenarnya bukan hal yang khusus aku sering main ke sini. Tak ada alasan apa pun. Kecuali menanti keberuntungan bertemu dengan Ava. Begitu aku memanggilnya. Ava anak yang sangat cantik, manis, berkulit putih, berambut panjang lurus, bermata bundar dan bersinar, dan satu hal yang paling kusuka darinya, senyuman mautnya yang medebarkan nadi. Pendapatku itu memang terkesan berlebihan dan tak wajar. Tapi memang itu yang kurasakan. Itu benar terjadi.

Aku pernah bertemu dengan Ava, satu kali. Saat itu seperti biasa Nina minta diantar ke Kampus, ia tak ada kendaraan. Aku menunggu di sini, di ruang tamu. Ava lewat dari pintu depan. Ku kira dia artis yang sedang mengadakan reality show di sini. Untungnya tidak. Jadi aku tak perlu beranjak pergi karena malu. Aku menatap arahnya suara decitan pintu yang terbuka perlahan. Tak tahu mengapa sangat perlahan. Padahal ini ruang tamu, bukan kamar mandi atau kamar di rumah sakit. Terbuka sedikit lalu seseorang mengeluarkan kepalanya dan tersenyum manis, mengangguk sedikit, menjatuhkan rambut-rambut lurus nan lembut secara alami dari belakang ke depan. Lalu ia membuka pintu seluruhnya dan berjalan masuk. Saat itu ia menggunakan baju berwarna pink dan celana pendek berwarna biru muda. tak terlalu pendek. Ia berjalan melewati parkiran sepeda dan motor, tersenyum padaku lagi, dan berlalu masuk ke dalam lorong menuju bagian dalam kos. Aku hanya bisa terdiam. Bahkan menarik otot bibir pun aku tak sanggup. Mungkin ini yang namanya paralyzed.

Setelah ia masuk, aku masih terdiam. Entah terpana, entah terbata. Semuanya membuatku menikmati keadaan ini. Ah sudahlah. Itu hanya temannya Nina. Temannya Nina yang membuat jantung menari dalam gigi yang berdecit.

Setelah ngobrol dengan Nina sekitar satu jam, ditemani laptop dan air putih khas anak kos, aku mendapatkan informasi bahwa Ava masih belum punya pacar. Yah. Tak ada salahnya? Walaupun dia masih SMA kelas 3 dan aku smester 4, kenapa tidak? Dan Ava ternyata anak dari Ibu kos di sini. Waw.

Tapi bukan masalah waktu, umur, atau keberanian. Seperti dalam cerita dongeng manapun, dalam suatu kerajaan yang besar, sang  putri yang cantik jelita selalu dijaga oleh seekor naga yang memiliki gigi-gigi tajam, mata pemangsa yang mencekam, kuku baja, tangan pencengkram, dan nafas api mematikan.


Ya benar, Ibunya Ava galak.

Comments